Jika ditanya
kepada warga Jakarta apakah masalah yang harus dibenahi saat ini selain banjir
adalah kemacetan. Kemacetan adalah salah satu momok yang tidak bisa diatasi
sampai saat ini di Jakarta. Walaupun sudah melalui berbagai masa pemerintahan
Gubernur Jakarta masalah kemacetan inilah belum dapat teratasi dengan
siknifikan.
Jumat, 10 Mei
2013. Saya berjalan menyusuri jembatan beralaskan seng untuk menuju ke satu
halte bertuliskan Pesakih, Daan Mogot. Hari itu saya memang tidak ada kegiatan
perkuliahan. Saya berinisiatif untuk mengobservasi langsung bagaimana sih situasi yang akan ditampilkan selama
perjalanan ke pusat kota Jakarta dengan menggunakan transportasi umum, Busway.
Pukul 8:00
adalah waktu yang tepat untuk melihat bagaimana hiruk-pikuk Jakarta khusunya di
wilayah Jakarta Barat. Halte Pesakih bagaikan tempat orang menunggu sumbangan.
Antrean yang begitu panjang seperti mainan ular tangga itu harus saya ikuti
jika ingin masuk ke dalam bus.
Setengah jam,
satu jam dan akhirnya saya berhasil masuk kedalam kendaraan besar yang sudah
sesak penuh dengan manusia. Tidak ada celah untuk menggerakan badan dengan
leluasa. Sikut-sikut beraduan. Dempet-dempetan badan tidak lah terelakan dalam
bus yang cukup besar tersebut.
Hal yang saya
bisa lihat hanyalah ada manusia, manusia, dan manusia. Saya berdiri tidak jauh
dari jendela. Saat saya melihat keadaan jalan diluar. Ratusan Bahkan ribuan
mobil dan motor yang tampak. Jalanan yang lebar itu seakan menjadi tempat
parkir. Tidak bergerak sama sekali, begitu pula dengan Busway yang saya
tumpangi.
Tepat disamping
saya, seorang perempuan yang umurnya sekitar 20-an. Berpenampilan casual.
Mengenakan celana jeans panjang.
Dengan mengenakan masker kain mulutnya dan tidak ketinggalan selayaknya anak
muda di angkutan umum, headset.
“Maaf, ini emang
udah tiap hari
yah begini kalo pagi?” tanya saya
kepada perempuan itu
“Iya mbak, ini sih masih mending kalo misalnya hari
senin lebih parah dari ini. Ini masih jalan sedikit-sedikit kalo senen
mah bener-bener stuck kalo jem segini.”
Jawab perempuan berperawakan kurus dan tinggi ini setelah membuka masker
mulutnya.
Obrolan saya
dengan perempuan bernama Sinta Indriyani ini pun berlangsung selama perjalanan.
Seakan teman baru karena umurnya sama dengan saya, saya berbincang bagaimana
hidupnya di Jakarta ini.
Sinta adalah
mahasiswi Trisakti School of Management yang ada di bilangan Grogol, Jakarta
Barat. Setiap pagi dan sore Sinta harus melawan kejenuhannya melalui kemacetan
di daerah Kalideres-Rawa Baya- Jembatan Gantung. Secara gamblang Sinta
memberitahukan kepada sata titik-titik kemacetan yang dia alami setiap hari.
Dilansir oleh
website INSTRAN (Institut Studi Transportasi), Pemberlakuan ERP(Electronic Road Pricing) yang
dicanangkan oleh Fauzi bowo saat dia menjadi Gubernur Jakarta baru dapat
dilaksanakan pada 2012, yakni saat semua koridor busway beroperasi sesuai yang
dijanjikan pemerintah Jakarta. Selain itu, pemerintah harus merestrukturisasi
angkutan non-busway, seperti Metromini, bus, dan Kopaja. Ketua Komite 1 DPD RI,
Dani Anwar, berjanji setelah masa reses, mereka akan mengundang kembali Menteri
Dalam Negeri Gamawan Fauzi untuk mendesakkan percepatan pelaksanaan
aturan-aturan tersebut. "Kami akan usahakan terus, karena jembatan antara
pemerintah pusat dan DKI merupakan fungsi dari kami. Namun kami juga meminta
DKI untuk lebih proaktif,”kata Dani.
Kutipan diatas jelas-jelas
menunjukan ditahun 2012. Sekarang sudah menginjak ke tahun 2013 bahkan sudah
mau pertengahan tahun pemerintah saya lihat belum melaksanakan kegiatan yang
dikatakan tadi. Terlepas dari janji-janji gombal para pemerintah Jakarta, Saya sempat
menanyakan mengapa dia lebih memilih untuk menggunakan transportasi umum
dibandingkan kendaraan pribadi.
Saat saya menanyakan mengapa dia lebih memilih naik transportasi umum, dengan santunnya
dia menjawab.
“Setidaknya
lebih cepet soalnya kan busway ada jalur khususnya dan pas sama posisi kampus saya yang mudah
dijangkau kalo naek busway”
Saat kami
berbincang satu persatu-satu penumpang mulai berkurang dan akhirnya kami
mendapatkan tempat duduk. Obrolan pun berlanjut. Sama halnya dengan
mahasiswa-mahasiswi lain, rupanya Sinta juga takut telat ke kampus jika dia
mengalami kemacetan dijalan.
“Saya emosi kalo uda macet di daerah sini. Bikin degdegan dan takut telat apalagi kalo ujian. Menghabiskan waktu dijalan aja” jawab Sinta yang masih mencolokan headset di telinganya.
Akhirnya Sinta
pun pamit dengan saya karena dia sudah sampe halte yang biasa dia turun.
Terlihat memang tepat didepan halte itu ada gedung tinggi abu-abu bertuliskan
Trisakti School of Management.
***
Sabtu, 11 Mei
2012. Setelah sehari penulusuran saya ke pusat kemacetan di daerah Jakarta
Barat saya teringat bahwa ada teman saya yang mengemban ilmu tidak jauh dari
kampus Sinta dan pasti melalui jalanan yang kemarin saya lalu itu.
Ranny Evelyn, Mahasiswi
Universitas Tarumanegara ini setiap hari juga menggunakan akses jalan
Kalideres-Rawa Buaya-Jembatan Gantung. Tapi bedanya dia tidak menggunakan
transportasi umum melainkan kendaraan pribadi.
Ditemui dikediamannya
di Perumaham Poris, Tangerang saya menanyakan hal yang sama mengenai kemacetan
yang biasa dia lalui jika ingin pergi ke kampus.
“Iya gue tiap hari harus macet-macetan tuh di cengkareng kalo mau ke kampus.” jawab perempuan berambut panjang dan
berpenampilan sedikit tomboy ini.
“Terus, kenapa lu lebih milih naek kendaraan pribadi sih daripada
transportasi umum?” tanya saya asik.
“yah kalo
naek kendaraan pribadi lebih enak,
gak usah sempit-sempitan. Lagi pula naek mobil sendiri sama trasportasi umum
juga sama aja kena macet juga kan
kalo ke daerah grogol sana.” ujar perempuan yang mengambil jurusan Design
Komunikasi Visual di Untar ini.
Melihat kedua
perbandingan ini, yang satu memanfaatkan transportasi umum yang disediakan
pemerintah dan yang satu lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi itu
semua tidak menjadi masalah. Sekarang masalahnya apakah askes perjalanan menuju
tujuan itu lancar atau tidak.
Walaupun Sinta
dan Ranny menggunakan mediasi yang berbeda untuk menuju daerah Grogol tetapi
satu yang sama dan yang pasti mereka lihat adalah kemacetan.
Satu kutipan
Sinta yang menurut saya menarik saat observasi langsung kemacetan yang terjadi
di kawasan Jakarta Barat itu.
“Busway kan dijalanin buat mengatasi kemacetan di Jakarta. Tapi nyatanya apa? Jalanan
buswaynya aja ngga steril, banyak
kendaraan yang masuk jalur Busway. Sampai kapan Jakarta nggak bakalan macet?”