Selasa, 14 Mei 2013

Mau Panas, Mau Adem Sama aja Macet




Jika ditanya kepada warga Jakarta apakah masalah yang harus dibenahi saat ini selain banjir adalah kemacetan. Kemacetan adalah salah satu momok yang tidak bisa diatasi sampai saat ini di Jakarta. Walaupun sudah melalui berbagai masa pemerintahan Gubernur Jakarta masalah kemacetan inilah belum dapat teratasi dengan siknifikan.

Jumat, 10 Mei 2013. Saya berjalan menyusuri jembatan beralaskan seng untuk menuju ke satu halte bertuliskan Pesakih, Daan Mogot. Hari itu saya memang tidak ada kegiatan perkuliahan. Saya berinisiatif untuk mengobservasi langsung bagaimana sih situasi yang akan ditampilkan selama perjalanan ke pusat kota Jakarta dengan menggunakan transportasi umum, Busway.

Pukul 8:00 adalah waktu yang tepat untuk melihat bagaimana hiruk-pikuk Jakarta khusunya di wilayah Jakarta Barat. Halte Pesakih bagaikan tempat orang menunggu sumbangan. Antrean yang begitu panjang seperti mainan ular tangga itu harus saya ikuti jika ingin masuk ke dalam bus. 

Setengah jam, satu jam dan akhirnya saya berhasil masuk kedalam kendaraan besar yang sudah sesak penuh dengan manusia. Tidak ada celah untuk menggerakan badan dengan leluasa. Sikut-sikut beraduan. Dempet-dempetan badan tidak lah terelakan dalam bus yang cukup besar tersebut.

Hal yang saya bisa lihat hanyalah ada manusia, manusia, dan manusia. Saya berdiri tidak jauh dari jendela. Saat saya melihat keadaan jalan diluar. Ratusan Bahkan ribuan mobil dan motor yang tampak. Jalanan yang lebar itu seakan menjadi tempat parkir. Tidak bergerak sama sekali, begitu pula dengan Busway yang saya tumpangi.

Tepat disamping saya, seorang perempuan yang umurnya sekitar 20-an. Berpenampilan casual. Mengenakan celana jeans panjang. Dengan mengenakan masker kain mulutnya dan tidak ketinggalan selayaknya anak muda di angkutan umum, headset.

“Maaf, ini emang udah  tiap hari yah begini kalo pagi?” tanya saya kepada perempuan itu

“Iya mbak, ini sih masih mending kalo misalnya hari senin lebih parah dari ini. Ini masih jalan sedikit-sedikit kalo senen mah bener-bener stuck kalo jem segini.” Jawab perempuan berperawakan kurus dan tinggi ini setelah membuka masker mulutnya.

Obrolan saya dengan perempuan bernama Sinta Indriyani ini pun berlangsung selama perjalanan. Seakan teman baru karena umurnya sama dengan saya, saya berbincang bagaimana hidupnya di Jakarta ini.

Sinta adalah mahasiswi Trisakti School of Management yang ada di bilangan Grogol, Jakarta Barat. Setiap pagi dan sore Sinta harus melawan kejenuhannya melalui kemacetan di daerah Kalideres-Rawa Baya- Jembatan Gantung. Secara gamblang Sinta memberitahukan kepada sata titik-titik kemacetan yang dia alami setiap hari.

Dilansir oleh website INSTRAN (Institut Studi Transportasi), Pemberlakuan ERP(Electronic Road Pricing) yang dicanangkan oleh Fauzi bowo saat dia menjadi Gubernur Jakarta baru dapat dilaksanakan pada 2012, yakni saat semua koridor busway beroperasi sesuai yang dijanjikan pemerintah Jakarta. Selain itu, pemerintah harus merestrukturisasi angkutan non-busway, seperti Metromini, bus, dan Kopaja. Ketua Komite 1 DPD RI, Dani Anwar, berjanji setelah masa reses, mereka akan mengundang kembali Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi untuk mendesakkan percepatan pelaksanaan aturan-aturan tersebut. "Kami akan usahakan terus, karena jembatan antara pemerintah pusat dan DKI merupakan fungsi dari kami. Namun kami juga meminta DKI untuk lebih proaktif,”kata Dani.

Kutipan diatas jelas-jelas menunjukan ditahun 2012. Sekarang sudah menginjak ke tahun 2013 bahkan sudah mau pertengahan tahun pemerintah saya lihat belum melaksanakan kegiatan yang dikatakan tadi. Terlepas dari janji-janji gombal para pemerintah Jakarta, Saya sempat menanyakan mengapa dia lebih memilih untuk menggunakan transportasi umum dibandingkan kendaraan pribadi.

Saat saya menanyakan mengapa dia lebih memilih naik transportasi umum, dengan santunnya dia menjawab.

“Setidaknya lebih cepet soalnya kan busway ada jalur khususnya dan  pas sama posisi kampus saya yang mudah dijangkau kalo naek busway”

Saat kami berbincang satu persatu-satu penumpang mulai berkurang dan akhirnya kami mendapatkan tempat duduk. Obrolan pun berlanjut. Sama halnya dengan mahasiswa-mahasiswi lain, rupanya Sinta juga takut telat ke kampus jika dia mengalami kemacetan dijalan.

“Saya emosi kalo uda macet di daerah sini. Bikin degdegan dan takut telat apalagi kalo ujian. Menghabiskan waktu dijalan aja” jawab Sinta yang masih mencolokan headset di telinganya.

Akhirnya Sinta pun pamit dengan saya karena dia sudah sampe halte yang biasa dia turun. Terlihat memang tepat didepan halte itu ada gedung tinggi abu-abu bertuliskan Trisakti School of Management.

***

Sabtu, 11 Mei 2012. Setelah sehari penulusuran saya ke pusat kemacetan di daerah Jakarta Barat saya teringat bahwa ada teman saya yang mengemban ilmu tidak jauh dari kampus Sinta dan pasti melalui jalanan yang kemarin saya lalu itu.

Ranny Evelyn, Mahasiswi Universitas Tarumanegara ini setiap hari juga menggunakan akses jalan Kalideres-Rawa Buaya-Jembatan Gantung. Tapi bedanya dia tidak menggunakan transportasi umum melainkan kendaraan pribadi.

Ditemui dikediamannya di Perumaham Poris, Tangerang saya menanyakan hal yang sama mengenai kemacetan yang biasa dia lalui jika ingin pergi ke kampus.

“Iya gue tiap hari harus macet-macetan tuh di cengkareng kalo mau ke kampus.” jawab perempuan berambut panjang dan berpenampilan sedikit tomboy ini. 

“Terus, kenapa lu lebih milih naek kendaraan pribadi sih daripada transportasi umum?” tanya saya asik.

yah kalo naek kendaraan pribadi lebih enak, gak usah sempit-sempitan. Lagi pula naek mobil sendiri sama trasportasi umum juga sama aja kena macet juga kan kalo ke daerah grogol sana.” ujar perempuan yang mengambil jurusan Design Komunikasi Visual di Untar ini.

Melihat kedua perbandingan ini, yang satu memanfaatkan transportasi umum yang disediakan pemerintah dan yang satu lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi itu semua tidak menjadi masalah. Sekarang masalahnya apakah askes perjalanan menuju tujuan itu lancar atau tidak.

Walaupun Sinta dan Ranny menggunakan mediasi yang berbeda untuk menuju daerah Grogol tetapi satu yang sama dan yang pasti mereka lihat adalah kemacetan. 

Satu kutipan Sinta yang menurut saya menarik saat observasi langsung kemacetan yang terjadi di kawasan Jakarta Barat itu. 

“Busway kan dijalanin buat mengatasi kemacetan di Jakarta. Tapi nyatanya apa? Jalanan buswaynya aja ngga steril, banyak kendaraan yang masuk jalur Busway. Sampai kapan Jakarta nggak bakalan macet?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar